Sejarah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia lahir dari organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama’ (NU). Pada tanggal 17 April 1960. ide lahirnya PMII lahir dari hasrat yang kuat dari kalangan mahasiswa NU untuk membentuk sebuah organisasi yang menjadi tempat berkumpul dan beraktifitas bagi mereka. Akan tetapi karena pada waktu itu sudah berdiri Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama (IPNU), sementara anggota dan pengurusnya banyak yang dari mahasiswa maka para mahasiswa NU banyak yang bergabung dengan IPNU. Sebenarnya keinginan untuk membentuk sebuah organisasi sudah ada sejak Muktamar II IPNU tahun 1959 di Pekalongan Jawa Tengah, akan tetapi belum mendapat respon yang serius, karena IPNU sendiri pada waktu itu masih memerlukan pembenahan, dalam proses IPNU yang masih dalam proses establish dikhawatirkan tidak ada yang mengurusi. Karena IPNU dianggap tidak mampu menampung aspirasi mahasiswa NU pada waktu itu. Pertama, kondisi objektif antara keinginan dan harapan mahasiswa serta dinamika yang terjadi berbeda dengan keinginan para pelajar. Kedua, dengan hanya membentuk departemen dalam IPNU mahasiswa NU tidak bisa masuk PPMI Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia, karena PPMI hanya menampung ormas mahasiswa.
Puncak dari perhelatan dibentuk tidaknya organisasi mahasiswa NU adalah ketika IPNU menyelenggarakan konferensi besar pada tanggal 14-17 Maret 1960 diKaliurang Yogyakarta. Diawali oleh Isma’il Makky selaku ketua departemen Perguruan Tinggi (IPNU) dan M. Hartono, BA (mantan Wakil Pimpinan usaha Harian Pelita Jakarta), akhirnya forum konferensi membuat keputusan tentang perlunya didirikan organisasi mahasiswa NU. Lalu dibentuklah panitia sponsor pendiri yang beranggotakan 14 orang, yang dilanjutkan dengan musyawarah mahasiswa NU yang diselenggarakan di Surabaya, yang sebelumnya PBNU sudah merestui. Dan pada tanggal 17 April 1960 secara sah PMII dinyatakan berdiri dan H. Mahbub Djunaidi dinyatakan sebagai ketua terpilih.
- Unsur pemikiran yang ditonjolkan pada organisasi yang akan berdiri pada waktu itu adalah:
- Mewujudkan adanya kedinamisan sebagai organisasi mahasiswa, khususnya karena pada waktu itu situasi nasional sedang diliputi oleh semangat revolusi.
- Menampakkan identitas ke-Islaman sekaligus sebagai konsepsi lanjutan dari NU yang berhaluan ahlu sunnah wal jamaah juga berdasarkan perjuangan para wali di pulau jawa yang telah sukses dengan dakwahnya. Mereka sangat toleran atas tradisi dan budaya setempat. Sehingga dengan demikian ajaran-ajarannya bersifat akomodatif.
- Memanifestasikan nasionalisme sebagai semangat kebangsaan, karenanya nama Indonesia harus tercantum.
Independensi dan pencarian jati diri
Jatuhnya orde lama dan naiknya Soeharto sebagai rezim orde baru membawa kepada perubahan politik dan pemerintahan yang cukup signifikan setelah Soekarno sebelumnya membubarkan Masyumi, orde baru juga berobsesi untuk mengurangi partai politik yang berbau ideologi dengan mendirikan partai untuk menopang keuasaannya sendiri. Kebijakan pemerintahan orde baru diatas telah menempatkan pemerintahan sebagai wilayah kauasaan yang tidak bisa dijamah dan dikritisi oleh masyarakat.
Fenomena diatas menuntut PMII mampu melakukan pembacaan secara jeli tentang dirinya ditengah upaya pemerintah untuk melakukan upaya-upaya pengkerdilan terhadap setiap komponen masyarakat-bangsa termasuk partai politik selain golkar. Dari hasil pembacaan itu bahwa apabila PMII tetap bernaung dibawah NU yang masih berada pada wilayah politik praktis, maka PMII akan mengalami kesulitan untuk berkembang sebagai ormas mahasiswa. Atas dasar pertimbangan inilah pada MUBES V tanggal 14 Juli 1972 di Munarjati Malang, PMII memutuskan untuk menjadi organisasi yang independen yang tertuang dalam deklarasi Munarjati. Dengan ini PMII sebagai tidak terikat pada sikap dan tindakan siapapun dan hanya komitmen dengan perjuangan organisasi serta cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan pancasila.
Pada periode 1980-an PMII yang mulai serius masuk dan melakukan pembinaan di perguruan tinggi menemukan kesadaran baru dalam menentukan pilihan dan corak gerakannya. Bersamaan dengan Khittah 1926 NU pada tahun 1984 dan diterimanya pancasila sebagai asas tunggal, PMII telah membuat pilihan-pilihan peran yang cukup strategis. Dikatakan strategis karena menentukan pilihan pada tiga hal yang penting, yaitu:
- PMII memberikan prioritas pada upaya pengembangan intelektualitas.
- PMII menghindari keterlibatannya dengan politik praktis, baik secara langsung atau tidak, dan bergerak pada wilayah pemberdayaan Civil Society.
- Memilih mengembangkan paradigma kritisisme terhadap negara. Pilihan-pilihan tersebut membuat PMII selalu berjarak dengan struktur-struktur kekuasaan politik maupun pemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar